Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kesehatan Reproduksi Masyarakat di Indonesia

 Oleh Nadya Putri Amara

Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang paling rawan terjadi bencana.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo melaporkan dari Februari 2020 hingga Februari 2021 telah terjadi 3.253 kejadian bencana di Indonesia.

Namun, bencana tidak hanya berasal dari alam, tetapi dapat juga berasal dari non alam, seperti saat ini terjadi bencana pandemi covid-19. Selama pandemi virus Corona (Covid-19) berimbas terhadap kesehatan reproduksi , ibu dan anak. Direktur Kesehatan & Gizi Masyarakat Kementerian PPN/ Bappenas Pungkas Bajuhri Ali mengatakan, sejumlah permasalahan kesehatan reproduksi muncul selama pandemi.Pandemi covid 19 Pelayanan kesehatan reproduksi pada masa darurat bencana, khususnya bagi perempuan dan anak, menjadi penting , karena lebih banyak pengungsi korban bencana adalah perempuan dan anak. Data dari The United Nations Population Fund (UNFPA) menunjukkan total populasi perempuan di tempat pengungsian, 25% di antaranya berada di usia produktif. Lebih lanjut dari UNFPA menunjukkan bahwa dari total populasi perekpuan yang berada di usia produktif tersebut, 2% di antaranya mengalami kekerasan seksual.

PANDEMI Covid-19 yang terjadi saat ini merupakan salah satu bencana non alam yang dialami berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Virus corona telah menjangkau lebih dari 170 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Setiap hari korban covid-19 terus bertambah sehingga memperburuk situasi darurat bencana.

Berdasarkan data dari Johns Hopkins University, per tanggal 29 Maret 2020 tercatat sebanyak 678.720 orang yang positif terinfeksi virus corona. Sedangkan jumlah korban yang meninggal sebanyak 31.700 kasus, serta sebanyak 145.609 yang mengalami kesembuhan.

Walaupun CFR (Case Fatality Rate) masih di bawah 10 persen, namun penanganan wabah ini belum terkendalikan, sehingga ada kemungkinan korban semakin bertambah dan penambahan masa tanggap darurat menjadi lebih lama.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dipenuhi dalam situasi apapun, termasuk pada situasi bencana. Demikian halnya dengan kesehatan reproduksi yang merupakan bagian dari kesehatan. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan reproduksi harus selalu ada dan tersedia pada situasi bencana. Agar hak kesehatan reproduksi dapat tetap terpenuhi pada saat bencana, penduduk yang terdampak harus memiliki akses informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi.

Akan tetapi, pada pandemi covid-19 dapat timbul krisis kesehatan, termasuk kebutuhan akan kesehatan reproduksi yang seringkali terabaikan. Ada kemungkinan suatu fasilitas kesehatan tidak maksimal membantu persalinan karena fokus penanganan penularan covid-19. Terlihat dari penanganan covid-19 melibatkan hampir semua profesi tenaga kesehatan baik dokter, dokter gigi, bidan, perawat, apoteker, dll.

Meskipun sampai saat ini belum ada data dan laporan berapa jumlah ibu hamil di wilayah bencana di Indonesia, namun dari pengalaman bencana sebelumnya diketahui bahwa dalam situasi bencana, selalu ada ibu yang melahirkan atau mengalami komplikasi kehamilan karena terganggunya sistem pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, menjawab permasalahan ini, diperlukan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang kontrasepsi darurat yang disingkat Kondar. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan segera setelah hubungan seksual karena tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Stay at home mengurangi interaksi kita dengan orang lain, akan tetapi meningkatkan interaksi dalam keluarga. Kebijakan ini mengajak masyarakat untuk membatasi aktivitas di luar rumah dalam rangka mencegah penularan covid-19.

Stigma takut tertular covid-19, semakin membuat pasangan usia subur (PUS) enggan mendapatkan pelayanan kontrasepsi di mana faskes tersebut digunakan tempat pengambilan sampel. Tentunya PUS yang ingin melakukan kunjungan ulang, tidak jadi mengakses pelayanan KB ke faskes sedangkan kebutuhan biologis tetap berjalan.

Jika pasangan tersebut tidak menggunakan kontrasepsi, kemungkinan besar akan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Seyogianya, kehamilan harus direncanakan dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, sosial maupun agama.

Bila pertimbangan-pertimbangan tersebut diterima, maka kehamilan akan dilanjutkan. Jika tidak, maka ada upaya untuk aborsi yang dapat mengancam keselamatan ibu maupun anak.

Penekanan Kondar dapat digunakan pada keadaan dan masa yang tidak boleh ditunda, yaitu setelah melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi. Cara ini lebih baik dibandingkan tidak menggunakan KB sama sekali. Jika metode ini diterapkan, maka banyak kehamilan yang tidak diinginkan dapat dicegah sehingga menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Jenis Kondar yang dimaksud yaitu pil dan IUD copper T. Pil bekerja dengan cara menghalangi sel telur agar tidak dilepaskan indung telur dan mengganggu kerja hormon progesteron yang berperan mempersiapkan rahim sebagai tempat tumbuh janin. Efektifitas pil diminum sebelum 72 jam pascahubungan seks.

IUD bekerja dengan cara menghalangi sperma masuk ke tuba fallopi. Efektifitas IUD dipasang sebelum 5 hari pascahubungan seksual. Semakin jauh jangka waktu konsumsi pil atau pemasangan IUD dari pascahubungan seksual, efekivitasnya juga semakin berkurang. Untuk itu, segeralah gunakan salah satu kontrasepsi tersebut setelah mengingatnya.

Namun, pada situasi pandemi covid-19 sebaiknya PUS dapat mencegah kehamilannya dengan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) misalnya IUD, implant, MOW (tubektomi) dan MOP (vasektomi) agar aman dan nyaman dalam jangka waktu yang lama. Kita tidak tahu kapan wabah ini berakhir, tapi cegahlah kehamilan yang tidak diinginkan menggunakan MKJP. 

Perkiraan BKKBN

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eni Gustina, MPH menjelaskan permasalahan pelayanan Keluarga Berencana (KB) di masa pandemi COVID-19.

Eni menyebut per April 2020 diperkirakan lebih dari 47 juta wanita dapat kehilangan akses kepada pelayanan kontrasepsi di masa COVID-19. Akibatnya, 7 juta kehamilan yang tidak direncanakan pun bisa terjadi.

“Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.49 persen dan penduduk bertambah 4.5 juta orang per tahun,” kata Eni.

Adapun masalah yang dihadapi pada masa pandemi terkait program KB dan kesehatan reproduksi adalah masih tingginya angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, ada penurunan penggunaan metode kontrasepsi modern (mCPR).

“Disparitas angka prevalensi kontrasepsi (CPR), unmet need, peserta KB aktif (PA) metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) antar wilayah masih tinggi dan belum optimalnya sertifikasi kompetensi tenaga kesehatan pelayanan KB juga menjadi masalah.”

Selain itu, kesertaan KB di wilayah tertinggal, terpencil, dan perbatasan masih rendah. Sedang, kehamilan yang tidak diinginkan dan tingkat putus pakai kontrasepsi masih tinggi.



Referensi :

BBC. 2011. Indonesia Negara Rawan Bencana. Diakses melalui : https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/08/110810_indonesia_tsunami

BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan. 2020. Kesehatan Reproduksi di Tengah Pandemi Covid-19. Diambil melalui http://sulsel.bkkbn.go.id/?p=655

Kementerian Kesehatan. 2019. Kemenkes Pastikan Ketersediaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pascatsunami. diaksesmelalui https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20190102/1329013/kemenkes-pastikan-ketersediaan-pelayanan-kesehatan-reproduksi-pascatsunami/

Liputan6. 2020. Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Angka Kehamilan Tak Diinginkan di Asia Pasifik. Diakses melalui : https://www.liputan6.com/health/read/4365810/dampak-pandemi-covid-19-terhadap-angka-kehamilan-tak-diinginkan-di-asia-pasifik

PKBI. 2018. Darurat Bencana Darurat Kesehatan Reproduksi. Diakses melalui : https://pkbi.or.id/darurat-bencana-darurat-hak-kesehatan-reproduksi/.Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal Pengendalian Vektor Penyakit

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN